Sabtu, 22 November 2014

Ayang Catur Arini Part I


Di post kali ini saya akan mendeskripsikan tentang seseorang yang hidupnya tergolong amat dekat dengan saya, namun sejak setahun terakhir kami jadi jarang ketemu karena jarak telah memisahkan kami. Ya, jarak memang kejam.

Siapakah dia?

Dia adalah salah satu orang yang berharga dalam hidup saya. *cieeeeeeeee*
Penghibur dan kadang juga jadi penghancur.
Teman tapi kadang juga jadi orang yang dibenci.
Orang yang disayang, tapi sayangnya sayang banget.
Orangnya cantik, tapi saya lebih cantik.
Orangnya cengeng, tapi semakin hari dia semakin malu untuk menangis di depan orang. Tapi kayaknya dia juga belum pernah nangis di belakang orang. Dia orangnya anti galau.
Dia orangnya strong!
Kadang-kadang manja. Memang manja sih setelah saya pikir-pikir.
Mudah terpengaruh temen maupun iklan-iklan di televisi bahkan sinetron.
Pokoknya banyak dehh.

Jadi dia adalaaaaahhh........

Adik saya!!! Yeeeeeaaaayyyy!!!!!!!
Adik yang paling saya sayangiii!
Yeaaayyy!
Kenapa paling disayangi?
Tentu saja karena dia adik satu-satunya hhhhh. Dan saya gak mau punya adik lagi. For your information aja sih~

Namanya Ayang Catur Arini. Nama panggilan boleh Ayang, Yayang, Yayang Boyang, Dek Yang, apa aja boleh deh asal gak keluar jalur aja.
Umurnya 11 tahun. Lahirnya di OKU Timur, 13 Maret 2003. Kalau ulang tahun dia mau kado, kalau gak dikasih kado dia merengek dan sok ngambek (terutama sama bundanya).
Sekarang kelas VII di SMP Negeri 1 Belitang dan masih suka ngeluh sama kurikulum baru sama ayuknya yang cantik ini.
Anak ke-empat dari empat bersaudara dari pasangan Arifin Azis dan Sunasiah.
Kakaknya ada tiga, yang pertama kak Windy Eka Lestari, kak Retno Dwi Sundari, dan yang terakhir saya. Panggilan tentu saja berebeda, kalau yang lain dipanggil kakak, saya dipanggil ayuk. Ayuk Dian Tri Diaty. Ini saya sendiri yang minta waktu dia masih kecil untuk dipanggil ayuk. Tapi saya sekarang menyesal. Rasanya dipanggil kakak jauh lebih keren daripada dipanggil ayuk. Tapi tak apa,saya terima semua itu.
 
Eeeaaaaa ini dia poto empat bersaudara. Tebak siapa-siapa sajakah mereka?

Sekarang, saya akan bahas sejarah di balik nama anak tengil nyebelin dan ngangenin yang satu ini.
Jadi, dulu waktu dedek Yayang baru lahir, dia dikasih nama yang ngelahirin dengan nama Rafika Mayang Sari dan waktu itu usia saya masih 8 tahun. Usia emas. Dengan semangat saya dan kakak-kakak saya rebutan adek baru. Pokoknya rebutan deh.

Sekedar informasi ajasih, hidup saya memang sedikit berubah sejak kelahiran adek baru ini. Kata orang-orang saya sudah tidak disayang lagi karena dedek baru. Tapi untungnya saya mempunyai sifat strong sejak lahir, sehingga omongan orang tidak saya masukkan ke hati. Tapi ternyata semua itu benar. Eee gak juga ding.

Lanjut.

Setelah perihal rebut-rebutan adek, dengan semangat muka-muka anak kecil ini (kak Windy 12 tahun, kak Retno 10 tahun, dan saya 8 tahun) memberikan nama-nama yang kami pikir cocok untuk adek ini. Tapi saya lupa namanya waktu itu apa saja. Mungkin kalau saya punya adiknya sekarang saya akan mengusulkan namanya Grace, Hazel, Jennifer, atau Selena Gomez. Tapi untungnya adek lahirnya gak sekarang.

Tapi apalah pengaruhnya ide-ide kami ketika sang dokter sudah memberikan nama Rafika Mayang Sari, kita hanya bisa menunggu keputusan dari sang orang tua laki-laki. Kenapa saya menyebutnya orang tua laki-laki? Tidak ayah atau papa atau lainnya? Tentu saja jawabannya simpel. Jawabannya adalah karena kami empat bersaudara memiliki panggilan yang berbeda-beda.

Kakak pertama dan kedua (kak Windy dan kak Retno) panggilan kesayangan untuk orang tua yaitu Papa dan Mama.
Saya, sebagai anak ketiga yang waktu itu masih mudah banget terpengaruh apapun yang disekitar panggilan kesayangan untuk orang tua yaitu Ubak dan Ibuk. Awalnya dulu manggilnya juga papa dan mama, berhubungan saya dipengaruhi televisi yang waktu itu ada sinetron yang manggil orangtua perempuannya ibu saya jadi minta sama ibu saya untuk memanggilnya ibu bukan mama lagi. Dan di acc sama ibuk.  Itu sekitar umur 3-4 tahun. Ubak sendiri artinya adalah ayah. Ubak adalah bahasa komering, yang tak lain adalah suku dari ubak saya. Jadi dulu kata ubak, saya harus manggil beliau ubak, biar ke-komeringan keluarga kita tetap terjaga. Aku sih iya aja. Itulah sejarah mengapa saya memanggil mereka Ubak dan Ibuk.
Dan yang terakhir, dedek Yayang, panggilan untuk orang tua adalah Apah dan Bunda (ini juga ada sejarahnya, dan saya menyaksikan semua sejarah itu).

*skip*

Perihal nama Rafika Mayang Sari, ubak saya terus-menerus memikirkannya. Di manapun ia berada dan lagi ngapain dia pun tetap memikirkannya. Di manapun ia berada selalu dikejar sama anak-anaknya tentang nama adik baru. Mungkin ubak terlalu pusing saat itu seolah dikejar tuyul-tuyul dan selalu menanyakan hal yang sama terus-menerus maka diputuskannya lah nama "Ayang" yang berasal dari Mayang yang diberikan ibu dokter. Itulah sejarah kata Ayang.
Sedangkan Catur sendiri artinya adalah urutan ke-empat. Anak-anak ubak dan ibu semuanya punya nama seperti itu. Kak Windy nama tengahnya Eka yang artinya pertama, kak Retno nama tengahnya Dwi yang artinya kedua, dan terakhir saya, Tri yang akhinya ketiga. Karena ketiga anaknya sudah punya nama tengah semua, secara otomatis dedek baru ini diberi nama tengah juga, yaitu Catur yang artinya keempat.
Kok dari tadi yang memberi nama hanya ubak dan tiga anak perempuan kecil yang kalau didorong masih bisa terlempar sejauh 500 meter yang ngasih nama? Ibunya mana?
Jadi, nama terakhir dari adik saya yaitu Arini adalah hasil campur tangan dari ibu saya. Karena waktu itu ibu saya lagi suka-sukanya sama bunda Arini yang sayapun sudah lupa siapa dia. Akhirnya nama Arini pun fix dijadikan nama akhir adik saya. Jadilah Ayang Catur Arini. Yeeeeaaaaayyyy!!!

Kan udah jadi tu nama adik baru, yaitu Ayang Catur Arini.
Sebelumnya, nama itu juga sempat menuai berbagai protes dari berbagai pihak terutama dari ketiga anak yang sudah duluan ada di dunia ini. Salah satu protesnya adalah, "Nanti kasian kalau adik sudah besar, dipanggil sama temen-temen cowoknya Yang, nanti dia malu. Nanti dicie-cie-in. Nanti dikira manggil sayang." Dan lain-lain lah protesnya. Kurang lebih seperti itu. Namun pendirian orangtua kuat, tetap mempertahankan nama itu, karena nama itu dianggapa langka. Akhirnya anakpun hanya bisa meng-iyakan.

Karena sesuai judul,, Ayang Catur Arini part I, maka pasti ada yang part II atau ebih.Oleh karena itu, saya cukupkan dahulu sampe di sini.Semoga tulisan ini yang baca hhhhhhh.
Tunggu Ayang Catur Arini part II!! ><

-------bersambung-------

0 komentar:

Posting Komentar

 
Chamber of Secret Blogger Template by Ipietoon Blogger Template